Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Di kota Bung Hatta
dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya. Sejak duduk di MULO di kota
Padang, ia telah tertarik pada pergerakan. Hatta masuk ke perkumpulan Jong
Sumatranen Bond. Tahun 1921 Hatta tiba di Negeri Belanda untuk belajar di
Handels Hoge School Rotterdam. Ia mendaftar pada Indische Vereniging. Perkumpulan
yang menolak bekerja sama dengan Belanda itu kemudian berganti nama lagi
menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).Koran Hindia Poetra, terbit & pada tahun
1924 majalah ini berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Hatta lulus
dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada tahun 1923.
Perpanjangan rencana
studinya itu memungkinkan Hatta terpilih menjadi Ketua PI pada tanggal 17
Januari 1926. Pada kesempatan itu, ia berpidato tentang Struktur Ekonomi Dunia
& Pertentangan Kekuasaan. Dia mencoba menganalisis struktur ekonomi dunia
dan berdasarkan itu, menunjuk landasan kebijaksanaan non-kooperatif.
Di bawah kepemimpinannya,
PI berkembang menjadi organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik
rakyat di Indonesia. Pada tahun 1926, Hatta memimpin delegasi ke Kongres
Demokrasi Intemasional untuk Perdamaian di Bierville, Prancis.
Dengan Nazir St. Pamontjak,
Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama
lima setengah bulan. Pada tanggal 22 Maret 1928, mahkamah pengadilan di Den
Haag membebaskan keempatnya dari segala tuduhan. Dalam sidang bersejarah,
Hatta mengemukakan pidato pembelaan yg mengagumkan yakni “Indonesia Vrij” atw
"Indonesia Merdeka".
Pada bulan Juli 1932, Hatta
berhasil menyelesaikan studinya di Negeri Belanda dan sebulan kemudian ia tiba
di Jakarta. Antara akhir tahun 1932 & 1933, kesibukan utama Hatta
adalah menulis berbagai artikel politik dan ekonomi untuk Daulat Rakjat. Para
pimpinan Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan dan kemudian dibuang ke
Boven Digoel salah satunya Hatta. Sebelum dibuang, Di penjara Glodok,
Hatta menulis buku berjudul Krisis Ekonomi dan Kapitalisme.
Dalam pembuangan, Hatta
secara teratur menulis artikel-artikel untuk surat kabar Pemandangan. Di pembuangan
Hatta membukukan tulisanya “Pengantar ke Jalan llmu dan Pengetahuan” dan “Alam
Pikiran Yunani.” (empat jilid).
9 Maret 1942, Pemerintah
Hindia Belanda menyerah kepada Jepang & 22 Maret 1942 Hatta dan Sjahrir
dibawa ke Jakarta. Pidato yang diucapkan Hatta di Lapangan Ikada pada
tanggaI 8 Desember 1942 menggemparkan banyak kalangan. Ia mengatakan,
Indonesia terlepas dari penjajahan imperialisme Belanda. Oleh karena itu ia tak
ingin menjadi jajahan kembali. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
dibentuk, dengan Soekamo sebagai Ketua dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. 16
Agustus 1945 malam, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mempersiapkan
proklamasi dalam rapat di rumah Admiral Maeda. Soekarno meminta Hatta
menyusun teks proklamasi yang ringkas dengan menuliskan kata-kata yang
didiktekannya. 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh
Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Bung Hatta & Sepatu Bally yang Tak Pernah Terbeli
Dandanan mentereng, rumah, dan mobil mewah agaknya sudah
menjadi gaya hidup para pejabat saat ini. Masyarakat pun kembali merindukan
figur-figur pemimpin yang sederhana dan pantas untuk dijadikan teladan.
Suatu hari, di tahun 1950, Wakil Presiden Muhammad Hatta
pulang ke rumahnya. Begitu menginjakkan kaki di rumah, ia langsung ditanya sang
istri, Ny Rahmi Rachim, tentang kebijakan pemotongan nilai mata ORI (Oeang
Republik Indonesia) dari 100 menjadi 1.
Pantas saja hal itu ditanyakan, sebab, Ny Rahmi tidak bisa
membeli mesin jahit yang diidam-idamkannya akibat pengurangan nilai mata uang
itu. Padahal, ia sudah cukup lama menabung untuk membeli mesih jahit baru.
Tapi, apa kata Bung Hatta?
"Sunggguhpun saya bisa percaya kepadamu, tetapi rahasia
ini tidak patut dibocorkan kepada siapa pun. Biarlah kita rugi sedikit, demi
kepentingan seluruh negara. Kita coba menabung lagi, ya?" jawab Bung Hatta.
Kisah mesin jahit itu merupakan salah satu contoh dari
kesederhanaan hidup proklamator RI Bung Hatta (1902-1980) dan keluarganya.
Sejak kecil, Bung Hatta sudah dikenal hemat dan suka menabung. Akan tetapi,
uang tabungannya itu selalu habis untuk keperluan sehari-hari dan membantu
orang yang memerlukan.
Saking mepetnya keuangan Bung Hatta, sampai-sampai sepasang
sepatu Bally pun tidak pernah terbeli hingga akhir hayatnya. Tidak bisa
dibayangkan, seorang yang pernah menjadi nomor 2 di negeri ini tidak pernah
bisa membeli sepasang sepatu. Mimpi itu masih berupa guntingan iklan sepatu
Bally yang tetap disimpannya dengan rapi hingga wafat pada 1980.
Bung Hatta baru menikah dengan Ny Rahmi 3 bulan setelah
memproklamasikan kemerdekaan RI bersama Bung Karno atau tepatnya pada 18
November 1945. Saat itu, ia berumur 43 tahun. Apa yang dipersembahkan Bung
Hatta sebagai mas kawin? Hanya buku "Alam Pikiran Yunani" yang
dikarangnya sendiri semasa dibuang ke Banda Neira tahun 1930-an.
Setelah mengundurkan diri dari jabatan Wapres pada tahun
1956, keuangan keluarga Bung Hatta semakin kritis. Uang pensiun yang
didapatkannya amat kecil. Dalam buku "Pribadi Manusia Hatta, Seri 1,"
Ny Rahmi menceritakan, Bung Hatta pernah marah ketika anaknya usul agar
keluarga menaruh bokor sebagai tempat uang sumbangan tamu yang berkunjung.
Ny Rahmi mengenang, Bung Hatta suatu ketika terkejut menerima
rekening listrik yang tinggi sekali. "Bagaimana saya bisa membayar dengan
pensiun saya?" kata Bung Hatta. Bung Hatta mengirim surat kepada Gubernur
DKI Ali Sadikin agar memotong uang pensiunnya untuk bayar rekening listrik. Akan
tetapi, Pemprov DKI kemudian menanggung seluruh biaya listrik dan PAM keluarga
Bung Hatta.
Bung Hatta adalah pendiri Republik Indonesia, negarawan tulen, dan seorang ekonom yang handal. Di balik semua itu, ia juga adalah sosok yang rendah hati. Sifat kesederhanaannya pun dikenal sepanjang masa. Musisi Iwan Fals mengabadikan kepribadian Bung Hatta itu dalam sebuah lagu berjudul "Bung Hatta".
Bung Hatta adalah pendiri Republik Indonesia, negarawan tulen, dan seorang ekonom yang handal. Di balik semua itu, ia juga adalah sosok yang rendah hati. Sifat kesederhanaannya pun dikenal sepanjang masa. Musisi Iwan Fals mengabadikan kepribadian Bung Hatta itu dalam sebuah lagu berjudul "Bung Hatta".
Terbayang baktimu, terbayang jasamu
Terbayang jelas jiwa sederhanamu
Bernisan bangga, berkapal doa
Dari kami yang merindukan orang
Sepertimu