Mahfud
yang nama lengkapnya Mohammad Mahfud dilahirkan pada 13 Mei 1957 di Omben,
Sampang Madura, dari pasangan Mahmodin dan Suti Khadidjah. Mahmodin, pria asal
Desa Plakpak, Kecamatan Pangantenan ini adalah pegawai rendahan di kantor
Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang. Mahmodin lebih dikenal dengan
panggilan Pak Emmo (suku kata kedua dari Mah-mo-din, yang ditambahi
awalan em). Dalam bislit pengangkatannya sebagai pegawai negeri, Emmo
diberi nama lengkap oleh pemerintah menjadi Emmo Prawiro Truno. Sebagai
pegawai rendahan, Mahmodin kerap berpindah-pindah tugas. Setelah dari Omben, ketika
Mahfud berusia dua bulan, keluarga Mahmodin berpindah lagi ke daerah asalnya
yaitu Pamekasan dan ditempatkan di Kecamatan Waru. Di sanalah Mahfud
menghabiskan masa kecilnya dan memulai pendidikan sampai usia 12 tahun. Dimulai
belajar dari surau sampai lulus SD.
Mahfud
adalah anak keempat dari tujuh bersaudara, Tiga kakaknya antara lain Dhaifah,
Maihasanah dan Zahratun. Sementara ketiga adiknya bernama Siti
Hunainah, Achmad Subkhi dan Siti Marwiyah. Latar kehidupan
keluarganya yang berada di lingkungan taat beragama membuat pemberian nama arab
tersebut penting. Khusus bagi Mahfud, arti dari nama “Mahfud” sendiri adalah
“orang yang terjaga”. Dengan nama itu diharapkan Mahfud senantiasa terjaga dari
hal-hal yang buruk. Adapun inisial MD di belakang nama Mahfud adalah singkatan
dari nama ayahnya, Mahmodin, dan bukan merupakan gelar akademik seperti
sebagian orang menganggapnya.
Sebenarnya
sampai lulus SD tidak ada inisial MD di belakang nama Mahfud. Baru ketika ia
memasuki sekolah lanjutan pertama, tepatnya masuk ke Pendidikan Guru Agama
(PGA), tambahan nama itu bermula. Saat di kelas I sekolah tersebut ada tiga
murid yang bernama Mohammad Mahfud. Hal itu membuat wali kelasnya meminta agar
di belakang setiap nama Mahfud diberi tanda A, B, dan C. Namun karena kode
tersebut dirasa seperti nomer becak, wali kelas lalu memutuskan untuk memasang
nama ayahnya masing-masing dibelakang nama mahfud. Jadilah Mahfud memakai nama
Mahfud Mahmodin sedangkan teman sekelasnya yang lain bernama Mahfud Musyaffa’
dan Mahfud Madani. Dalam perjalanannya, Mahfud merasa bahwa rangkaian nama
Mahfud Mahmodin terdengar kurang keren sehingga Mahmodin disingkatnya menjadi
MD. Tambahan nama inisial itu semula hanya dipakai di kelas, tetapi pada waktu
penulisan ijazah kelulusan SMP (PGA), inisial itu lupa dicoret sehingga terbawa
terus sampai ijazah SMA, Perguruan Tinggi, dan Guru Besar. Hal itu disebabkan
karena nama pada ijazah di setiap tingkat dibuat berdasarkan nama pada
ijazah sebelumnya. Berangkat dari situlah nama resmi Mahfud menjadi Moh. Mahfud
MD.
Pendidikan
Secara
umum, pendidikan atau sekolah Mahfud cenderung zig-zag. Maksudnya, rangkaian
pendidikannya merupakan kombinasi dari pendidikan agama dan pendidikan umum. Mahfud mengenyam pendidikan dasar
dengan belajar agama Islam dari surau dan madrasah diniyyah di desa Waru, utara
Pamekasan. Masuk usia tujuh tahun, Mahfud disibukkan dengan belajra
setiap harinya. Pagi hari menjalani pendidikan Sekolah Dasar, belajar di
madrasah ibtidaiyah pada sorenya, dan menghabiskan waktu malam hingga pagi di
surau. Setamat dari SD, Mahfud dikirim belajar ke Sekolah Pendidikan Guru Agama
(PGA) Negeri di Pamekasan. Pada masa itu, ada kebanggaan tersendiri bagiorang
Madura kalau anaknya bisa menjadi guru ngaji, ustadz, kyai atau guru agama.
Lulus dari PGA setelah 4 tahun belajar, Mahfud terpilih mengikuti Pendidikan
Hakim Islam Negeri (PHIN), sebuah sekolah kejuruan unggulan milik Departemen
Agama yang terletak di Yogyakarta. Sekolah ini merekrut luluan terbaik dari PGA
dan MTs seluruh Indonesia.
Mahfud
tamat dari PHIN pada 1978, rencananya hendak melanjutkan sekolah ke PTIQ
(Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an) di Mesir. Sementara menunggu persetujuan
beasiswa, Mahfud coba-coba kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
dan Fakultas Sastra (Jurusan Sastra Arab) UGM. Tapi rupanya karena telanjur
betah di Fakultas Hukum, Mahfud memutuskan meneruskan pendidikan ke Fakultas
Hukum Universitas Islam Indonesia yang dirangkapnya dengan kuliah di Fakultas
Sastra dan Budaya Universitas Gadjah Mada Jurusan Sastra Arab. Namun kuliahnya di Fakutas Sastra tidak berlanjut karena merasa ilmu bahasa
Arab yang diperoleh di jurusan itu tidak lebih dari yang didapat ketika di
pesantren dulu.
Mengingat
kemampuan ekonomi orang tua yang pas-pasan, Mahfud giat mencari biaya kuliah
sendiri termasuk gigih mendapatkan beasiswa. Hal itu tidak sulit bagi Mahfud,
melalui tulisan-tulisan yang dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat dan Harian Masa
Kini, Mahfud berhasil mendapatkan honorarium. Begitu juga, beasis Rektor UII,
Yayasan Supersemar dan Yayasan Dharma Siswa Madura berhasil diperolehnya.
Lulus
dari Fakultas Hukum pada tahun 1983, Mahfud tertarik untuk ikut bekerja,
mengajar di almamaternya sebagai dosen dengan status sebagai Pegawai Negeri
Sipil (PNS). Sekian waktu menggeluti ilmu hukum, Mahfud menemukan berbagai
kegundahan terkait peran dan posisi hukum. Kekecewaannya pada hukum mulai
terungkap, Mahfud menilai hukum selalu dikalahkan oleh keputusan-keputusan
politik. Berangkat dari kegundahan itu, Mahfud termotivasi ingin belajar Ilmu
Politik. Menurut Mahfud, hukum tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya karena
selalu diintervensi oleh politik. Dia melihat bahwa energi politik selalu lebih
kuat daripada energi hukum sehingga ia ingin belajar ilmu politik.
Oleh
sebab itu, ketika datang peluang memasuki Program Pasca Sarjana S-2 dalam
bidang Ilmu Politik pada tahun1985 di UGM, Mahfud tanpa ragu-ragu segera
mengikutinya. Di UGM, Mahfud menerima kuliah dari dosen-dosen Ilmu Politik
terkenal seperti Moeljarto Tjokrowinoto, Mochtar Mas’oed, Ichlasul Amal, Yahya
Muhamin, Amien Rais, dan lain-lain.
Keputusannya
mengambil Ilmu Politik yang notabene berbeda dengan konsentrasinya di bidang
hukum tata negara bukan tanpa konsekuensi. Sebab sebagai dosen (PNS), bila
mengambil studi lanjut di luar bidangnya tidak akan dihitung untuk jenjang
kepangkatan. Karena itulah selepas lulus dari Program S-2 Ilmu Politik, Mahfud
kemudian mengikuti pendidikan Doktor (S-3) dalam Ilmu Hukum Tata Negara
di Program Pasca Sarjana UGM sampai akhirnya lulus sebagai doktor (1993).
Disertasi doktornya tentang “Politik Hukum” cukup fenomenal dan menjadi bahan
bacaan pokok di program pascasarjana bidang ketatanegaraan pada berbagai
perguruan tinggi karena pendekatannya yang mengkombinasikan dua bidang ilmu
yaitu ilmu hukum dan ilmu politik.
Dalam
sejarah pendidikan doktor di UGM, Mahfud tercatat sebagai peserta pendidikan
doktor yang menyelesaikan studinya dengan cepat. Pendidikan S-3 di UGM itu
diselesaikannya hanya dalam waktu 2 tahun 8 bulan. Sampai saat itu (1993) untuk
bidang Ilmu-Ilmu Sosial di UGM hampir tidak ada yang bisa menyelesaikan secepat
itu, rata-rata pendidikan doktor diselesaikan selama 5 tahun. Tentang
kecepatannya menyelesaikan studi S-3 itu Mahfud mengatakan bukan karena dirinya
pandai atau memiliki keistimewaan tertentu, malainkan karena ketekunan dan
dukungan dari para promotornya yaitu Prof. Moeljarto Tjokrowinoto, Prof. Maria
SW Sumardjono, dan Prof. Affan Gaffar. Selain selalu tekun membaca dan menulis
di semua tempat untuk keperluan disertasinya, ketiga promotor tersebut juga
mengirim Mahfud ke Amerika Serikat, tepatnya ke Columbia University (New York)
dan Northern Illinois University (DeKalb) untuk melakukan studi pustaka tentang
politik dan hukum selama satu tahun. Ketika melakukan studi pustaka di Pusat
Studi Asia, Columbia University, New York Mahfud berkumpul dengan Artidjo
Alkostar, senior dan mantan dosennya di Fakultas Hukum UII yang sekarang
menjadi hakim agung, sedangkan ketika menjadi peneliti akademik di Northern
Illinois University, DeKalb Mahfud berkumpul dengan Andi A. Mallarangeng yang
sekarang menjadi juru bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ketika itu Andi
Mallarangeng menjadi Ketua Perhimpunan Muslim di wilayah itu sehingga Mahfud
diberi satu kamar tanpa menyewa di sebuah kamar yang dijadikan masjid dan
tempat berkumpulnya keluarga mahasiswa muslim di berbagai negara.
GURU
BESAR TERCEPAT DALAM USIA MUDA
Pada masa itu. karier
seorang akademisi atau dosen dimulai dari jabatan Asisten Ahli Madya, kemudian
Asisten Ahli, Lektor Muda, Lektor Madya dan terakhir Guru Besar. Begitu juga
Mahfud, yang mengawali karier sebagai dosen di Fakultas Hukum UII Yogyakarta
dengan jabatan Asisten Ahli Madya pada tahun 1984. Tetapi urutan itu tidak
berlaku bagi Mahfud MD, sebab usai meraih gelar Doktor pada tahun 1993,
langsung menduduki jabatan Lektor Madya. Artinya Mahfud melompati jabatan
Asisten Ahli dan Lektor Muda. Lompatan itu dimungkinkan dan bukan sesuatu yang
direkayasa. Kemampuan berprestasi dan menghimpun kum (Comulative Credit Poin)
sangat menentukan kemungkinan terjadinya lompatan. Mahfud berhasil menghimpin
kum dari aktivitasnya mengajar, meneliti, menjadi narasumber seminar, menulis
jurnal ilmiah dan buku, terlibat berbagai organisasi kemasyarakatan dan
lain-lain.
Didukung
oleh karya tulisnya yang sangat banyak dan bervariasi, baik dalam bentuk buku
teks ilmiah, jurnal maupun makalah ilmiah, artikel dan kolom di berbagai media
massa, sampai academic appraisal, maka dari Lektor Madya, Mahfud
melompat lagi, langsung menjadi Guru Besar. Jika dihitung dari awal menjadi
dosen sampai meraih gelar guru besar, Mahfud hanya membutuhkan waktu 12 tahun.
Hal itu menjadi sesuatu yang cukup berkesan baginya. Sebab umumnya seseorang
bisa merengkuh gelar Guru Besar minimal membutuhkan waktu 20 tahun sejak awal
kariernya. Dengan rentang waktu tersebut, Mahfud memegang rekor tercepat dalam
sejarah pencapaian gelar Guru Besar. Pencapain itu diraih Mahfud saat usianya
baru menginjak 41 tahun. Tidak heran jika pada waktu itu, Mahfud tergolong
sebagai Guru Besar termuda di zamannya. Satu nama yang dapat disejajarkan
adalah Yusril Ihza Mahendra, yang juga meraih gelar Guru Besar pada usia muda.
KARIER
PEKERJAAN DAN JABATAN
Perjalanan
karier pekerjaan dan jabatan Mahfud MD termasuk langka dan tidak lazim karena
begitu luar biasa. Bagaimana tidak, dimulai dari karier sebagai kemudian secara
luar biasa mengecap jabatan penting dan strategis secara berurutan pada tiga
cabang kekuasaan, eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Akademisi
Mahfud
MD memulai karier sebagai dosen di almamaternya, Fakultas Hukum Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta, pada tahun 1984 dengan status sebagai Pegawai Negeri
Sipil. Pada 1986-1988, Mahfud dipercaya memangku jabatan Sekretaris Jurusan
Hukum Tata Negara FH UII, dan berlanjut dilantik menjadi Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum UII dari 1988 hingga 1990. Pada tahun 1993, gelar Doktor telah
diraihnya dari Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Berikutnya, jabatan
sebagai Direktur Karyasiswa UII dijalani dari 1991 sampai dengan 1993. Pada
1994, UII memilihnya sebagai Pembantu Rektor I untuk masa jabatan 1994-1998. Di
tahun 1997-1999, Mahfud tercatat sebagai Anggota Panelis Badan Akreditasi
Nasional Perguruan Tinggi. Mahfud sempat juga menjabat sebagai Direktur
Pascasarjana UII pada 1998-2001. Dalam rentang waktu yang sama yakni 1998-1999
Mahfud juga menjabat sebagai Asesor pada Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.
Puncaknya, Mahfud MD dikukuhkan sebagai Guru Besar atau Profesor bidang Politik
Hukum pada tahun 2000, dalam usia masih relatif muda yakni 40 tahun.
Mahfud
tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Hukum UII pertama yang meraih derajat
Doktor pada tahun 1993. Dia meloncat mendahului bekas dosen dan
senior-seniornya di UII, bahkan tidak sedikit dari bekas dosen dan
senior-seniornya yang kemudian menjadi mahasiswa atau dibimbingnya dalam
menempuh pendidikan pascasarjana.
Didukung
oleh karya tulisnya yang sangat banyak, baik dalam bentuk buku, jurnal, maupun
makalah ilmiah, dari Lektor Madya, Mahfud melompat lagi, langsung menjadi Guru
Besar. Jika dihitung dari awal menjadi dosen sampai meraih gelar guru besar,
Mahfud hanya membutuhkan waktu 12 tahun. Hal itu menjadi sesuatu yang cukup
berkesan baginya. Sebab umumnya seseorang bisa merengkuh gelar Guru Besar
minimal membutuhkan waktu 20 tahun sejak awal kariernya. Dengan rentang waktu
tersebut, Mahfud memegang rekor tercepat dalam sejarah pencapaian gelar Guru
Besar. Pencapain itu diraih Mahfud saat usianya baru menginjak 41 tahun. Tidak
heran jika pada waktu itu, Mahfud tergolong sebagai Guru Besar termuda di
zamannya. Satu nama yang dapat disejajarkan adalah Yusril Ihza Mahendra, yamng
juga meraih gelar Guru Besar pada usia muda.
Eksekutif
Karier
Mahfud kian cemerlang, tidak saja dalam lingkup akademik tetapi masuk ke
jajaran birokrasi eksekutif di level pusat ketika di tahun 1999-2000 didaulat
menjadi Pelaksana Tugas Staf Ahli Menteri Negara Urusan HAM (Eselon I B).
Berikutnya pada tahun 2000 diangkat pada jabatan Eselon I A sebagai Deputi
Menteri Negara Urusan HAM, yang membidangi produk legislasi urusan HAM. Belum
cukup sampai di situ, kariernya terus menanjak pada 2000-2001 saat mantan
aktivis HMI ini dikukuhkan sebagai Menteri Pertahanan pada Kabinet Persatuan
Nasional di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Sebelumnya, Mahfud
ditawari jabatan Jaksa Agung oleh Presiden Abdurrahman Wahid tetapi menolak
karena merasa tidak memiliki kemampuan teknis.
Selain
menjadi Menteri Pertahanan, Mahfud sempat pula merangkap sebagai Menteri
Kehakiman dan HAM setelah Yusril Ihza Mahendra diberhentikan sebagai Menteri
Kehakiman dan HAM oleh Presiden Gus Dur pada 8 Februari 2001. Meski diakui,
Mahfud tidak pernah efektif menjadi Menteri Kehakiman karena diangkat pada 20
Juli 2001 dan Senin, 23 Juli, Gus Dur lengser. Sejak itu Mahfud menjadi Menteri
Kehakiman dan HAM demisioner.
Legislatif
Ingin
mencoba dunia baru, Mahfud memutuskan terjun ke politik praktis. Mahfud sempat
menjadi Ketua Departemen Hukum dan Keadilan DPP Partai Amanat Nasional (PAN) di
awal-awal partai itu dibentuk dimana Mahfud juga turut membidani. Sempat
memutuskan untuk kembali menekuni dunia akademis dengan keluar dari PAN dan
kembali ke kampus. Meski memulai karier di PAN, Mahfud tak meneruskan
langkahnya di partai yang dia deklarasikan itu, justru kemudian bergabung
dengan mentornya, Gus Dur di Partai Kebangkitan Bangsa. Tidak menunggu lama,
Mahfud dipercaya menjadi Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB) pada tahun 2002-2005. Di tengah-tengah kesibukan berpolitik itu,
Universitas Islam Kadiri (Uniska) meminang Mahfud MD untuk menjadi Rektor
periode 2003-2006. Meski bersedia, namun beberapa waktu kemudian Mahfud mengundurkan
diri karena khawatir tidak dapat berbuat optimal saat menjadi Rektor akibat
kesibukan serta domisilinya yang di luar Kediri. Kiprahnya terus berlanjut,
kali ini di dunia politik, Mahdud terpilih menjadi anggota DPR RI periode
2004-2008. Mahfud MD bertugas di Komisi III DPR sejak 2004.bersama koleganya di
Fraksi Kebangkitan Bangsa. Namun sejak 2008, Mahfud MD berpindah ke Komisi I
DPR. Di samping menjadi anggota legislatif, sejak 2006 Mahfud juga menjadi
Anggota Tim Konsultan Ahli pada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham).
Yudikatif
Belum
puas berkarier di eksekutif dan legislatif, Mahfud mantap menjatuhkan pilihan
mengabdi di ranah yudikatif untuk menjadi hakim konstitusi melalui jalur
DPR. Setelah melalui serangkaian proses uji kelayakan dan kepatutan
bersama 16 calon hakim konstitusi di Komisi III DPR akhirnya Mahfud bersama
dengan Akil Mochtar dan Jimly Asshiddiqie terpilih menjadi hakim konstitusi
dari jalur DPR.
Mahfud
MD terpilih menggantikan hakim Konstitusi Achmad Roestandi yang memasuki masa
purna tugas. Pelantikannya menjadi Hakim Konstitusi terhitung sejak 1 April
2008, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 14/P/Tahun 2008, yang ditetapkan
di Jakarta pada tanggal 28 Maret 2008.
Selanjutnya,
pada pemilihan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang berlangsung terbuka di ruang
sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 19 Agustus 2008,
Mahfud MD terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2011
menggantikan ketua sebelumnya, Jimly Asshiddiqie. Dalam pemungutan suara,
Mahfud menang tipis, satu suara yakni mendapat 5 suara sedang Jimly 4 suara. Secara
resmi, Mahfud MD dilantik dan mengangkat sumpah Ketua Mahkamah Konstitusi di
Gedung Mahkamah Konstitusi, pada Kamis 21 Agustus 2008.
KELUARGA
Mahfud
MD menikah dengan Zaizatun Nihayati (Yatie), gadis teman kuliahnya di Fakultas
Hukum UII Yogyakarta, pada tahun 1982. Yatie adalah perempuan kelahiran Jember,
18 November 1959 anak kedua dari delapan bersaudara pasangan Sya’roni dan
Shofiyah. Zaizatun Nihayati berijazah Sarjana Hukum dan pernah bekerja sebagai
guru SMU. tetapi ketika Mahfud diangkat menjadi menteri dan harus berpindah ke
Jakarta maka pekerjaannya sebagai guru ditinggalkan, sampai sekarang.
Mahfud
dan Yatie bertemu pertama kali di kampus Fakultas Hukum UII pada 1978 saat
keduanya sama-sama aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sejak 1979,
keduanya mulai dekat dan akhirnya berpacaran. Hubungan keduanya bertahan lama,
sehingga pada 2 Oktober 1982, Mahfud dan Yatie resmi menikah di Semboro,
Tanggul, Jember. Dari pernikahan itu, Mahfud dan Yatie dikaruniai tiga orang
anak. Pertama adalah Mohammad Ikhwan Zein, laki-laki kelahiran 15 Maret 1984,
saat ini sudah lulus dari S1 dari Fakultas Kedokteran UGM. Anak kedua adalah
Vina Amalia, gadis yang lahir 15 juli 1989, alumni SMA Negeri 8 Yogyakarta. Dan
yang ketiga, adalah Royhan Akbar, lahir 7 Februari 1991, kini sedang menuntut
ilmu di SMA Negeri 2 Yogyakarta.
Soal
pendidikan, Mahfud mempercayakan ketiga anak-anaknya untuk menempuh sekolah di
sekolah-sekolah formal dan tidak ada satupun yang dimasukkan ke
pesantren. Mahfud menilai pesantren belum bisa
memberi jawaban terhadap tantangan pendidikan sekarang. Barangkali pesantren
bisa membekali untuk tahapan basic (dasar) hingga SLTP. Tapi untuk tahap
sesudah itu, pesantren kalau kondisinya seperti sekarang, belum bisa diandalkan
untuk mengantarkan anak menyongsong masa depan yang semakin berat.
http://www.mahfudmd.com
salute buat pak mahmud md
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteHello Dear, are you genuinely visiting this website daily, if
ReplyDeleteso after that you will without doubt get nice know-how.
my weblog lobster golf balls pics
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete