" ..Habibie's advocacy
of a strange "zig-zag theory" of economics. He believed that cutting
interest rates, then doubling them, then slashing them again, would reduce
inflation. " ( TIme Magazine , June , 1998 )
Tulisan di bawah ini adalah
status Facebook Pak Jusman Syafii Djamal, kini komisaris utama PT Garuda
Indonesia. -
See more at: http://unilubis.com/2015/03/12/jusma....j2Pgv7cL.dpuf
See more at: http://unilubis.com/2015/03/12/jusma....j2Pgv7cL.dpuf
Tahun 1998 saya bekerja di IPTN.
Tahun itu tahun yang amat sulit bagi perusahaan yang bergelut di proses
pembuatan pesawat terbang. Kami menyebutnya sebagai tahun krisis. Ternyata kami
tidak sendirian. Semua industri juga mengalami kesulitan. Orang menyebutnya
sebagai tahun krisis ekonomi Asia. Sebabnya sepele semua ahli ekonomi menyebut
Indonesia tahun 96,97 dan 98 adalah puncak pertumbuhan ekonomi. Tahun 95 kita
sebagai bangsa baru saja melewati ulang tahun ke 50. Tahun emas kemerdekaan.
Optimisme berkembang dimana-mana. Itu tahun 1995, tapi apa yang terjadi tiga
tahun kemudian ??
Semua tak menyangka badai krisis
akan menghantam semua optimisme. Tiga tahun kemudian di 98, Indonesia dilanda
krisis. Awalnya sederhana nilai mata uang Bath di Thailand melemah terhadap
dolar AS. Mata uang Bath turun secara drastis. Semua ekonom Indonesia bilang ah
mengapa pusing yang lemah kan mata uang Bath, di Thailand. Ekonomi Indonesia
tak mungkin terganggu. Potensi sumber daya alam banyak. Fondasi ekonomi kuat.
Mengapa khawatir pada pelemahan nilai mata uang Bath. Apa yang terjadi di
Thailand tidak mungkin merambat ke Indonesia. Kita punya benteng perekonomian
kuat dan kokoh seperti Tembok China. Our line of defence sangat kuat. Dont
worry be happy. Begitu kata semua orang pada Pak Harto yang saat itu sedang
menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.
Ketika ekonomi Indonesia collaps
dan hancur berkeping di tahun 1998, semua ahli ekonomi maju ke depan. Yang
tadinya bilang fondasi ekonomi kuat pada dua tiga tahun sebelumnya kemudian
tampil dengan pelbagai teori. Intinya semua berkata :”apa abang bilang, memang
kita rapuh. Padahal sudah abang peringati, tak ada yang peduli”. Tahun 1998
adalah “nightmare” mimpi buruk bagi perekonomian Indonesia. Turunnya mata uang
Bath, memiliki efek domino pada mata uang rupiah. Ternyata dibalik kekokohan
fondasi ekonomi yang disebut oleh para ahli dan secara kasat mata terlhat kokoh
dan kuat tersembunyi kelemahan.
Ada lima pelajaran yang saya
tulis dalam catatan harian saya berkenan dengan krisis ekonomi tahun 98. Saya
membuat catatan karena kebetulan, pada tahun 1996 Prof Dr. Ing BJ Habibie, boss
saya memberikan tugas menarik pada saya. Suatu hari di jumat pagi ketika saya
sedang sarapan pagi bersama isteri saya, mesin fax saya berbunyi tat tut tit.
Tanda ada fax masuk tapi kertas habis. Kemudian saya mengganti kertas sebab
sudah kebiasaan biasanya kalau mesin fax hidup di hari jumat pagi, pastilah ada
hal penting dari Pak Habibie, yang harus dikerjakan. Sebab beliau tidak ingin
saya hanyut dalam liburan sabtu dan minggu. Kalau fax-nya panjang, Pasti ada
perintah Boss berkenaan dengan analisa data. Fax tanpa telpon, artinya
Assignment tak biasa .
Maklum di tahun 1996 saya baru
ditunjuk menjadi Direktur Sistem Senjata dan Sistem Antariksa PT IPTN oleh Pak
Habibie.
Benar saja, tak lama kemudian
setelah kertas baru diinstall, mesin faks bekerja tanpa henti. Lembar demi
lembar mengalir keluar. Isinya pelbagai angka dan catatan tangan yang khas.
Catatan Prof Habibie di lembar kertas faks itu. Saya tau itu adalah “assigment”
, tugas lain saya bukan sebagai Direktur Sistem Senjata, melainkan tugas
sebagai seorang asisten. Sebagai “computational aerodynamics yang berfungsi
membuat pelbagai simulasi model matematika” jika diperlukan. Lama saya
mempelajari apa yang diminta, Yang tertera diatas kertas hanya simbol lambd,
alpha dan gama serta psi, istilah variabel matematik yang amat digemari Prof
Habibie kalau beri assignment pada saya.
Singkat cerita setelah itu selama
lebih tiga bulan tanpa henti siang dan malam saya ternyata diminta oleh beliau
membuat simulasi model matematika tentang kaitan suku bunga bank, inflasi,
perubahan nilai tukar dalam perubahan tingkah laku kurva supply and demand dari
dua jenis mekanisme pasar. Pasar terbuka dan pasar terkelola. Beliau memberi
“pekerjaan rumah” untuk membuat simulasi model matematika dari kaitan antara
fiskal and moneter dari lima negara Amerika, Jerman, Perancis, Jepang dan
Indonesia.
Saya bukan ahli ekonomi.
Pelajaran ekonomi saya ketika di ITB hanya diberikan oleh Prof Suharsono Sagir
, Pengantar Ilmu Ekonomi. Saya dididik selama 10,000 jam tanpa henti oleh
assignment Pak Habibie menjadi ahli perancangan pesawat terbang dan
“computational/mathetemtical modelling aerodynmaics”. Karenanya dengan
assigment tidak biasa ini, setiap hari saya harus membaca buku untuk memahami
apa yang disebut dengan M1,M2 apa yang disebut dengan velocities of moneys,
flux of money. Sebab intrument equation saya adalah pesawat terbang.
Fenomena pasar terkelola yang
cenderung selalu stabil didekati dengan equation stability pesawat terbang
komersial angkut penumpang, Boeing atau Airbus, Sementara fenomena pasar bebas
di mana krisis, business cycle , fluktuasi, chaos bisa terjadi di tempat yang
tak terduga didekati melalui simulasi gerak “instability and maneuverability”
pesawat tempur F16 dalam “multi equilibirium” keseimbangan yang bersifat
sementara dan cenderung ringkih jika tidak ada maneuver(yang fly by wire,
perubahan cepat dikelola dalam setiap perubahan tingkat stablititas)
Awalnya karena saya tidak hini
assigment apa, saya telah membuat semua data itu masuk ke dalam formula
“systems dynamics” yang menggambarkan gerak tingkah laku pesawat terbang dalam
pelbagai perubahan cuaca dan ketinggian terbang serta perubahan konfigurasi.
Kita menyebutnya pendekatan “matriks koefisien pengaruh” dalam enam derajat
kebebasan yang memperlakukan semua variabel, data dan angka tidak sebagai “just
number” atau skala, melainkan sebagai suatu variabel yang dipengaruhi dan
mempengaruhi variabel lainnya dalam perubahan ruang dan waktu. Tiap variabel
menjadi vektor. Punya besar dan punya arah. Hasil kajian saya yang kemudian
melahirkan dialog intens dengan Prof Habibie, melahirkan dokumen tebalnya 400
halaman. Semua berisi model matematika suku bunga, inflasi, dan nilai tukar
dalam perubahan tingkah laku pasar. Prof Habibie kemudian menyebutnya sebagai
Teori Zigzag dalam mengendalikan nilai tukar yang kemudian digunakan oleh
beliau ketika menjadi Presiden ketiga ditengah krisis ekonomi tahun 98. Kalau
kini saya teringat itu, kadangkala saya sering merasa sangat bersyukur mendapat
kepercayaan Prof Habibie menjadi pengolah data dan pengembang model matematika
selama hampir lebih sepuluh tahun sejak 1983 hingga 1996.
Pengalaman itu yang menyebabkan
kini saya sedikit merasa hawatir melihat pergerakan rupiah yang terus melemah.
Apalagi saya semakin lebih khawatir ketika semua Pemimpin penentu arah
kebijakan ekonomi baik pengelola fiskal maupun pengelola moneter yang terlihat
masih terus tertawa dan menyatakan “tidak apa apa, tidak apa”, Kita aman. Malah
ada yang mengatakan kalau nilai rupiah terus merosot malah kita untung.
Cadangan devisa meningkat, dan ekspor akan terus melaju “current account
defisit” akan menyempit karena devisa masuk. Tahun 98 tidak sama dengan tahun
2015. Jangan hawatir. Kita telah banyak belajar dari tahun 98 dan dunia telah
jauh berubah dibanding tahun 98. Krisis ekonomi adalah masa lalu dan dimasa
kini Insya Allah krisis ekonomi tidak bakal dan tidak akan terjadi.
Sebuah optimisme yang bikin kita
lega. Akan tetapi apakah benar demikian ?
Tahun 2015 adalah tahun pertama
dari Pemerintahan Jokowi JK. Pada tahun ini terjadi suatu gejala ekonomi yang
tidak pernah terjadi sebelumnya. Harga minyak dunia turun drastis. Tiba-tiba
persoalan beban subsidi dalam APBN hilang lenyap begitu saja. Berganti optimisme
ada anggaran tersedia untuk membangun infrastruktur. Sebab subdidi BBM kini
sudah dialihkan. Ini berkah. Akan tetapi muncul tekanan pertama secara perlahan
tapi pasti nilai tukar rupiah terhadap dollar turun.
Hari kemarin menyentuh angka
terendah sejak krisis ekonomi 98 yakni menyentuh pada angka Rp 13.000 rupiah.
Angka yang melebihi asumsi APBN 12500. Perbedaan 500 rupiah per dolar yang
tidak menghawatirkan kata pengelola Fiskal dan Moneter. Asumsi APBN berubah,
kita masih tenang tenang. Alarm atau Early Warning Systems kita menyatakan
aman. Bahkan ada yang berteori bahwa menurun hingga 15000 seperti tahun 1998
pun mungkin kita tidak apa apa. Ada Negara yang punya fenomena begitu Turki
begitu argumennya. Menarik untuk disimak.
Bagi pelaku industri perubahan
nilai tukar rupiah terhadap dolar merupakan sesuatu yang sangat ditakutkan.
Kenapa?
Pertama, ia melahirkan ketidak
pastian Top Line and Bottom Line akhir tahun. Revenue dan Profit menjadi sukar
diprediksi. Sebab harga jual produk dipasar juga mengikutinya. Apalagi jika
penurunan nilai tukar itu berfluktuasi sepanjang waktu. Harga produk di pasar
akan mengalami “ajustment” sebab produk sejenis di pasar akan mengalami pasang
surut. Terutama bagi industri otomotif dan elektronik.
Kedua, industri yang sedang
melakukan proses modernisasi barang modal juga akan ketar-ketir. Barang modal
berupa mesin dan alat peralatan utama pada umumnya adalah barang impor. Untuk
membeli barang modal biasanya industriawan melakukan proses penyicilan. Hutang
dibuat tahun 2012 dan 2013 ketika ekonomi membaik dan optimisme hadir. Pada
saat hutang dibuat nilai dolar terhadap rupiah masih dalam kisaran Rp 9000,
kini ketika hutang jatuh tempo terjadi nilai rupiah merosot ke angka Rp 13.000.
Ada perbedaan Rp 4.000 rupiah. Hampir 50 % dalam tiga tahun. Itu berarti jika
ada utang 1 juta dolar tahun 2013, utang itu bernilai Rp 9 Miliar . Kini utang
itu menjadi Rp 13 Miliar. Tanpa ada problem kinerja perusahaan, utang meningkat
hampir 50 %. Bayangkan jika ada perusahaan baik swasta maupun BUMN yang uutang
ketika dolar bernilai Rp 9. 000 sebesar US 100 Juta dolar, yang berarti Rp 900
Miliar??? Pastilah kini ia harus merogoh kocek lebih dalam dengan nilai tukar
dolar AS berharga Rp 13. 000, artinya ada tambahan utang Rp 400 Miliar. Mesin
yang dibelinya jadi lebih mahal 50 %. Apalagi jika pajak dihitung dalam dolar
AS. Ampun dah kata dirutnya.
Ditengah perubahan nilai tukar
terhadap dolar berarti industri harus melakukan proses penyesuaian. Kurva
penurunan nilai rupiah terhadap dolar harus dicermati setiap detik dan setiap
hari. Sebab dampak terhadap peningkatan biaya operasi akan merangkah sepanjang
waktu tanpa terasa. Diperlukan langkah sistematis dan berkesinambungan untuk
proses efisiensi dan penurunan biaya operasi. Penurunan biaya ini kadangkala
menyebabkan kekuatan penetrasi produk menyempit dan pada gilirannya profit mengkerut
dan makin lama makin mengecil. Perusahaan yang tadinya tumbuh kini sedikit
oleng. Seperti pesawat menghadapi cuaca buruk, ada goncangan yang tidak nyaman.
Ketiga, tagihan vendor luar
negeri meningkat. Industri masa kini adalah industri global. Tidak mungkin ada
industri manufaktur produk semua bahan mentah atau produk setengah jadi berasal
dari Indonesia. Tidak mungkin industri Otomotif atau Industri Elektronik atau
Industri Pesawat Terbang ataupun Tekstil bahan bakunya tidak ada yang diimpor.
Kecil atau besar pastilah ada yang diimpor. Dari 3000 komponen mobil untuk
melahirkan sebuah mobil paling tidak ada 1500 komponen yang diimpor. Impor
berarti mengganti rupiah terhadap dolar. Nilai barang menjadi lebih mahal.Biaya
produksi meningkat, daya kompetisi mengecil. Dengan kata lain setiap kenaikan
harga dolar AS seribu rupiah yang disebut oleh Gubernur Bank Indonesia tidak
mempunyai pengaruh, besar dampaknya bagi kekuatan industri dalam negeri yang
strukturnya masih tergantung pada komponen impor. Dunia yang global ini
menyebabkan Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh nilai tukar
terhadap kekuatan industri dalam negeri.
Rumus :”Hope for the best prepare
for the worst” menurut hemat saya perlu tetap dipegang. Lihat data dan fakta
sebagaimana adanya. Analisa setiap perubahan angka rupiah terhadap dolar
betatapun kecilnya. Sebab angka itu bukan sekedar angka statistik. Melainkan
hasil interaksi pelbagai kekuatan pasar yang sedang bekerja. Kita berada dalam
sistem yang memiliki kompleksitas. Krisis ekonomi bisa menyergap tanpa
diundang, ketika semua orang tertawa lebar. Itu pelajaran economy crises tahun
1998, yang Insya Allah tidak akan terjadi. Mohon maaf jika keliru. Salam -
sumber :
http://unilubis.com/2015/03/12/jusman-sd-rupiah-melemah-mengapa-kita-tertawa/
sumber :
http://unilubis.com/2015/03/12/jusman-sd-rupiah-melemah-mengapa-kita-tertawa/